Sebagai
organisasi gerakan dan pengkaderan, PMII harus tetap mempunyai komitmen untuk
bisa survive dalam semua kondisi, situasi dan segala bentuk perubahan tatat
aturan amain baik di Indonesia (nasional) maupun internasional. Hal ini menjadi
logis, karena PMII didirikan buka untuk bertahan dalam kurun waktu selama 1,2,
….10 tahun, tetapi PMII ada untuk untuk tetap memperjuangkan social mandatory
dan amanat sebagai mana termaktub sebagaimana termaktub dalam nilai dasar
pergerakan dan visi-mis organisasi. Untuk itu kemampuan dan analisa PMII
sebagai organisasi untuk melihat segala fenomena dan bentuk perubahan perilaku
baik individu, Negara masyarakat dan dunia menjadi mutlak keberadaannya.
A. Mencari Modal Gerakan.
1. Tatapan Internasional
a. Keberadaan Indonesia tidak lepas dari
pergerakan diluar apalagi dalam trend dunia yang mengglobal. Globalisasi
merupakan sebuah fenomena yang tidak biusa dihindari, globalisasi akan
menciptakan pasar perekoneomian dunia menjadi menyatu (borderless market) tak
hanya pada sector ekonomi, social budaya pun mengalami hal yang serupa
(borderless society). Globalisasi telah menciptakan idealisasi global yang mengakibatkan
transedensi dari nilai-nilai etatosentris. Nilai-nilai baru tersebut mengatasi
keterlibatan dengan nilai-nilai berbangsa menuju nilai-nilai yang berlaku
universal. Hal ini berarti akan terjadi pergeseran atau perubahan penghayatan
nilai-nilai yang mengakibatkan adanya suatu goncangan budaya (cultural shock).
Menurut konsepnya Ernest Renan, bangsa
merupakan suatu kelompok manusia yang mempunyai kehendak atau tekad untuk tetap
hidup bersama (le desire de vivre ensamble)yang mempunyai suatu rasa senasib
dalam masa lampau terutama didalam penderitaan bersama.
Bangsa Indonesia adalah sebuah lokus yang
didalamnya terdapat kekayaan tradisi, sisitem nilai, cita-cita luhur
kemanusiaan, moralitas keagamaan, dan naluri social untuk membentuk sebuah
Negara bangsa (nation state) yang didalamnya kita semua bisa tumbuh dan tinggal
secara nyaman dan beradab. Pertumbuhan inilah yang secara social-antropologis
kita sepakati sebagai ‘’kontrak sosial’ dan ‘komitmen politik’ untuk
bersama-sama membangun, menjaga dan memiliki ‘rumah Indonesia’yang harus
menjaga etika bertetangga dengan rumah bangsa dan negara lain.
b. Konsolidasi politik negara-negara Eropa dan
Amerika yang banyak menganut demokrasi liberal pasca perang dunia ke-2, untuk
menciptakan format baru penjajahan dari kolonialisme dan imperialisme lama.
Konsolidasi tersebut menghasilkan adanya pertukaran politik global sehingga
memunculkan imperium global yang diikuti dengan perkembangan diplomasi
multilateral, dan regulasi internasional dan pembentukan-pembentukan institusi
politik global, seperti PBB, EEC (Economic Europe Comunity), Uni Eropa, NAFTA
etc.
Institusi politik internasional inilah akan
menciptakan role of the game atau aturan main percaturan politik global berskal
internasionalkhusunya yang menyangkut isu-isu perdagangan, perang dan
perdamaian. Perkembangan politik internasional tersebut akan menghilangkan
sekat-sekat batas negara sehingga akan memunculkan rezim internasional yang
mempunyaio pengaruh cukup signifikan dan memiliki otoritas untuk menentukan
masa depan negara-negara yang lain.
c. Posisi Indonesia yang merupakan bagian dari
dunia, tidak akan mungkin lagi terhindar dari proses internasionalisasi politik
tersebut, apalagi dengan kondisi geografisiIndonesia yang sanagat strategis.
Indonesia akan kehilangan banyak peran dan hanya menjadi bagian kecil dalam
pentas dunia. Pemerintah Indonesia dan negara-negara ketiga lainnyaakan semakin
kehilangan kontrol atas atas arus informasi, teknologi penyakit, migrasi,
senjata, dan tarnsaksi finansial baik legal maupun maupun ilegal yang melintasi
batas-batas wilayahnya. Aktor non negara , mulai dari kalangan bisnis hingga
organisasi-organisasi non profit akan semakin memainkan peranan penting dalam
lingkup nasional maupun internasional. Kualitas pemerintahan nasional dan
internasional akan ditentukan oleh tingkat keberhasilan negara dan masyarakat dalam
mengatasi kekuatan-kekuatan global diatas.
d. Oleh Karena itu, kita perlu melihat
Indonesia dalam gamabar dan ruang yang lebih besar lagi yaitu dunia. Dengan
melihat Indonesia sebagai bagaian dari sebuah sisitem dunia yang sedang
berjalan, kita dapat mengenali relasi apa yangs edang terjadi dalam sebuah
peristiwa. Dengan mengenali relasinyakita dapat melihat pola-pola yang
digunakan oleh sisitem tersebut untuk beroperasi, katakanlah kita perlu melihat
dengan perspektif sisitem dunia ini, lalu bagaimana kita menhubungka
perubahan-perubahan internal Indonesia dengan sisitem dunia ini? Jawaban ada
pada diri kader Pergerakan.
B. Stretegi dan Taktik Kaderisasi
Sebuah gerakan yang rapi dan masif harus
mengandaikan terbentuknya faktor-faktor produksi, distribusi dan wilayah
perbutan. Tanpa menggunakan logika ini maka gerakan akan selalau terjebak pada
heroisme sesaat dan kemudian mati tanpa meninggalkan apa-apa selain kemasyhuran
dan kebanggan diri semata.
1. Realitas Pengakderan PMII
- Pertimbangan Emosional (Pertemanan)
- Pertimbangan Ideologis (karena sama-sama NU)
- Pertimbangan Rasional
- Pertimbangan Pragmatis
b. Sistem Pengakderan
- Terjebak pada rutinitas pengkaderan formal
- Lemahnya infrastruktur pengkaderan (materi,
hand out, Fasilitator etc)
- tidak adanya materi pengkadetran yang
berbasis akademik/fakultatif
- Kentalnya Hegemoni senior (baca : alumni)
- Terabaikannya kader dari kampus umum atau
eksakta
c. Medan Distribusi
- Alumni hanya berkumpul pada satu bidang saja
(Parpol, LSM, wartawan)
- Ketidak mampuan merebut atau menciptakan
ruang baru untuk pendistribusian kader
2. Tawaran Solusi
Dengan realitas pengkaderan tersebut maka
diperlukan antara lain :
1. Selektifitas pola rekrutmen kader
2. Pengadaan Materi pengkaderan yang layak dan
fakultatif
3. 30 % kurikulum pengakderan berisi muatan
lokal
4. Adanya pelatihan instruktur atau fasilitator
pelatihan secara berkala
5. Sistem Pengkaderan di PMII harus
mempertimbangkan basic keilmuan kader
6. Membangun komunikasi yang startegis dan non
hegemonik dengan alumni
7. Merebut serta berusaha untuk mencitpakan
medan distribusi bagi kader-kader PMII di dunia profesional.
Berikut ini skema proses kaderisasi yang harus
terjadi di PMII. Sekema di bawah ini tidak boleh ada keterputusan anatar suatu
proses dengan proses yang lainnya, karena antara astu dengan yang lainnya
saling terkait, dan proses tersebut akan berjalan terus menerus. Skema ini
paling tidak memebrikan sedikit gambaran kita bahwa sisitem pengakaderan PMII
jangan hanya terfokus pada sisi internal saja, artinya, mencetak kader
sebanyak-banyaknya tetapi tidak tahu mau didistribusikan kemana kader-kader
tersebut. Untuk itu sudah saatnya kita berfikir realistis, bahwa tanggung jawab
PMII secara oragnisasional juga terletak pada sisi pendistribusian kader pada
medan-medan distribusi.
Skema Stratak pengakaderan PMII
C. Paradigma/ Cara Pandang Gerakan
Sebagai organisasi gerakan, PMII harus tetap
menujukkan sifat kohesinya terhadap segala bentuk ketidak adilan,. Untuk itu
diperlukan adanay cara pandang organisasi terhadap segala bentuk
ketidakadilandan segala bentuk perubahan perilaku individu, masyarakat, negara
dan dunia. Membangun paradigma gerakan memang sesulitr membaca kenyataan yang
semstinya menjadai pijakan paradigma itu. Paradigma yang baik adalah paradigma
yang yang mampu menjadikan sejarah sebagai bahan penyusun yang dipadukan dengan
kenyataan hari ini.
Dengan selalu berangkat dari kenyataan riil,
kita akan mampu menagkap struktur apa yang sat ini sedang bergerak dan gerakan
yang kita jalankan akan mampu memutus roda-gila (free wheel) peradaban yang
hegemonik. Selama ini nalar mainstream yang digunakan dalam penyusunan
paradigma PMII adalah nalar yang berangkat dari asumsi yang belum tentu terkait
dengan kenyataan yang sehari-hari terjadi. Jadi konsep ideal (logos) itu
dianggap lebih penting dan ideal daripada kenayataan.
Pertanyaanya kemudian, apakah Paradigma Kritis
Transformatif (PKT) masih relevan untuk menatap realitas perubahan saat ini?.
Jawabnya masih relevan, hanya problemnya terletak pada cara pandang dalam
menatap sebuah realitas kekinian saja. Namun perdebatan tentang layak tidaknya
PKT tersebut dirubah atau tidak forum Muspimnas bukanlah m,erupakan forum yang
legitimate untuk merubah PKT tersebut dan hanya forum kongres lah yang
legitimate untuk merubah paradigma PKT tersebut.
Namaun beberapa catatan yang harus diingat tentang paradigma itu anatara
lain :
1. Paradigma tidak boleh resisten terhadap segala bentuk gejala dan
perubahan siklus dan perilaku individu, masyarakat, negara dan dunia. Jika PMII
tidak ingin tergilas oleh roda gila yang sedang berjalan, yaitu globalisasai.
2. Paradigma harus disertai dengan contigency plan yang dapat
menyelamatkan organisasi dalam situasi apapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar